KISAH UWAIS AL QARNI, PEMUDA ISTIMEWA DI MATA NABI

KISAH UWAIS AL QARNI, PEMUDA ISTIMEWA DI MATA NABI

Di Yaman, hiduplah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni. Tubuhnya belang-belang karena penyakit sopak (vitiligo), namun semangat hidup dan keimanannya begitu utuh. Ia miskin, tak dikenal orang, tetapi sangat saleh dan luar biasa berbakti kepada ibunya—seorang wanita tua yang sudah lumpuh dan buta.

Setiap hari, Uwais merawat sang ibu dengan penuh kasih. Ia tidak pernah meninggikan suara, tidak pernah mendahului ucapan ibunya, dan tidak pernah keluar rumah tanpa izin beliau. Suatu hari, ibunya berkata, “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar Ibu bisa berhaji sebelum ajal menjemput.”

Permintaan itu membuat Uwais termenung. Haji ke Mekkah bukan perkara mudah—jalan jauh melintasi padang tandus, panas membakar, dan ia bahkan tidak punya unta atau kendaraan. Tapi cinta Uwais pada ibunya lebih besar dari semua tantangan itu. Ia lalu membeli seekor anak lembu dan membuat kandang di puncak bukit. Setiap hari, ia menggendong lembu itu naik turun bukit.

Orang-orang menganggapnya gila. Mereka tak tahu bahwa Uwais sedang melatih tubuhnya—bukan untuk jadi kuat semata, tapi agar kelak sanggup menggendong ibunya ke Mekkah. Hari demi hari berlalu, lembu itu makin besar, dan tubuh Uwais pun makin kuat. Setelah delapan bulan, lembu itu sudah seberat 100 kg. Tapi Uwais sudah terbiasa. Kini ia yakin: ia sanggup menggendong ibunya menunaikan haji.

Akhirnya, tibalah hari itu. Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Uwais menggendong ibunya dari Yaman ke Mekkah. Ia menempuh perjalanan ribuan kilometer dengan kaki sendiri, melintasi gurun yang membakar dan malam yang membekukan. Di sepanjang perjalanan, ia berhenti hanya jika ibunya ingin istirahat, makan, atau buang hajat. Ia tidak pernah mengeluh.

Sesampainya di Mekkah, Uwais menggendong ibunya thawaf mengelilingi Ka'bah. Ia menggendongnya saat wukuf di Arafah. Ia lakukan semua manasik dengan memikul ibunya di punggung. Setelah semua selesai, sang ibu berkata dengan mata berkaca, “Anakku, doakanlah agar dosa-dosa Ibu diampuni Allah.”

Uwais pun menengadah dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah semua dosa Ibuku.” Sang ibu kembali berkata, “Lalu bagaimana dengan dosamu sendiri, wahai anakku?” Uwais menjawab lirih, “Dengan diampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Dan jika Ibu ridha kepadaku, itu cukup bagiku untuk masuk surga.”

Seketika itu juga, Allah menyembuhkan penyakit sopak di tubuh Uwais, menyisakan satu bulatan putih di tengkuknya. Itulah tanda yang kelak menjadi petunjuk bagi dua sahabat mulia Rasulullah ?: Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib.

Sebelum wafat, Rasulullah ? pernah bersabda kepada para sahabat:

"Akan datang kepada kalian seorang laki-laki dari Yaman yang bernama Uwais. Ia memiliki tanda putih di tubuhnya. Ia sangat berbakti kepada ibunya. Andaikan ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Allah akan mengabulkannya. Jika kalian bertemu dengannya, mintalah agar ia memohonkan ampunan untuk kalian."

Sejak mendengar sabda itu, Umar dan Ali selalu menantikan setiap kafilah dari Yaman, berharap bertemu dengan pemuda istimewa itu. Hingga suatu hari, datanglah rombongan dari Yaman dan menyebut bahwa ada seorang penggembala sederhana bernama Uwais yang menjaga unta di pinggir kota.

Umar dan Ali segera mendatangi tempat itu. Mereka memberi salam dan mendapati seorang pemuda sedang salat. Setelah selesai, pemuda itu menjawab salam mereka. Umar lalu memegang tangannya dan membalikkan telapak tangannya. Tampaklah tanda putih di tangannya—seperti yang dikabarkan Nabi. “Namamu siapa?” tanya Umar. Ia menjawab, “Abdullah.” Umar tersenyum dan berkata, “Kami semua adalah hamba Allah. Tapi siapa namamu yang sebenarnya?” Akhirnya ia menjawab, “Saya Uwais Al Qarni.”

Saat tahu bahwa inilah sosok yang dimaksud Rasulullah ?, Umar dan Ali pun memohon agar Uwais mendoakan merek...

Baca di https://qbest.id/app689012db01b7e